Patriot by Drajad |
Komik Superhero, Sebuah Perjalanan
Catatan dari Henry Ismono
Komik Indonesia alias
cergam bergenre superhero atau yang dikategorikan Marcel Bonneff sebagai fiksi
ilmiah, meski tidak pernah mendominasi penerbitan, ia
memiliki penggemarnya yang bahkan nyaris fanatik.
Genre superhero di Indonesia,
sepanjang catatan yang diketahui selama ini, muncul pertama kali di Majalah Aneka Komik tahun 1954
lewat sosok Sri Asih karya pujangga cergam RA Kosasih pada tahun 1954.
Sri Asih memang bukan
cergam pertama yang terwujud dalam bentuk buku. Sebelumnya, sudah muncul Kisah
Pendudukan di Jogja karya Abdussalam tahun 1952 dan Manik Kangkeran karya karya A. Ruchijat dan Iwan RS pada tahun
1953. Bahkan, dekade sebelumnya yang menjadi
embrio kehadiran cergam, penerbit G. Kolff & Co, sebuah penerbitan terbesar
di Hindia Belanda masa itu, sudah menerbitkan cergam antara lain Lakon Praboe Erlangga, Si Pahit Lidah, dan Damar Wulan.
Akan tetapi,
kehadiran Sri Asih disebut sebagai penanda pertumbuhan cergam. Ia sekaligus
perintis cergam superhero. Selain Sri Asih, di
tahun 1954 itu, RA Kosasih juga membuat karakter
perempuan superhero Siti Gahara yang berlatar kisah 1001 Malam.
Meski dipengaruhi
superhero dari luar, RA Kosasih mencoba “melokalkan” tokohnya dengan
menampilkannya dengan busana lokal. Sri Asih digambarkan tampil dengan mengenakan kemben, kain jarik lengkap
dengan selendangnya, dan memakai mahkota ala putri dalam panggung sandiwara,
lengkap dengan hiasan di telinga. Sri Asih
muncul dalam beberapa judul seperti Sri
Asih di Surabaya, Sri Asih di Singapura, Sri Asih di Makao, Srigala Hitam, Sri
Asih vs Bajak Laut, Penyelidikan dan lain-lain.
Pada kurun yang sama, Johnlo membuat superhero Garuda
Putih dan Putri Bintang. Bila Sri Asih tampil dalam busana lokal, kostum
Putri Bintang mirip dengan kostum Wonder Woman. Putri Bintang juga muncul dalam
beberapa serial seperti Putri Bintang, Gagak Hitam Terbuka Kedoknya dan utri
Bintang di Jakarta. Tampak ada
semangat yang sama antara Sri Asih dan Putri Bintang., Keduanya karakter dengan
latar kisah “kekinian” dengan setting Indonesia dan kadang berpetualang ke
mancanegara.
Jadilah, Sri Asih,
Siti Gahara, Putri Bintang, dan Garuda Putih, menjadi superhero yang mengawali
kemunculan superhero. Superhero
lain yang muncul di periode ini antara lain Kapten Kilat karya L.
Hsiang dan superhero Rasa karya Yus.
Hanya saja, Kapten Kilat dan Rasa tidak
begitu bergaung.
Setelah itu,
banyak cergam dengan warna fiksi ilmiah
ala kisah Flash Gordon yaitu kisah-kisah petualangan ke angkasa luar. Genre superhero sempat kosong ketika komik wayang dan
hikayat merajai dunia komik kita. Ia baru muncul kembali tahun 60-an di era
komik Medan. Era Medan memang populer dengan cerita rakyatnya, namun
sesungguhnya genre yang tumbuh di sana
begitu variatif, termasuk superhero.
Sebut
saja Penerbit Casso memunculkan superhero Kapten Halilintar dengan
cerita digarap oleh Rimasan dan lukisan oleh Bahzar. Genre superhero menjadi salah satu lini
komik terbitan Casso yang diberi label action comic dan fantastic comic. Mereka menerbitkan judul-judul
komik seperti Dahlia The Wonderwoman (tampak mengacu pada kisah Wonderwoman,
perempuan superhero dari Amerika Serikat.)
Penerbit Medan lainnya, Toko Buku Semesta juga menerbitkan komik
superhero berjudul Indra Manusia Ajaib karya
Si Gayo.
***
Era cergam sejak tahun 65 sampai awal 70-an, diwarnai dominasi genre roman remaja dan silat. Di tengah dominasi kedua genre ini, genre
superhero menyeruak kembali. Oktober 1968, lewat penerbit Maranatha, Mar memunculkan
superhero Kapten Mar yang secara kostum senada dan seirama dengan Batman.
Pada November 1968, Maranatha juga menghadirkan Kapten Bayangan karya
Jat. Dalam masa setelahnya, Kapten Bayangan menjadi superhero yang dikreasi
oleh Adam. Selang tak lama kemudian, muncul duo komikus
asal Yogyakarta yang kemudian banyak mewarnai perjalanan genre superhero yaitu:
Hasmi dan Wid NS. Dua cergamis yang semula menerbitkan cerita silat ini
ditawari Penerbit Kencana Agung untuk membuat sosok superhero. Hasmi mendapat pesanan menggarap hero yang
berkiprah di hutan belantara dan Wid NS membuat manusia super yang hidup di perairan.
Sama-sama terbit Desember 1968, Hasmi
memunculkan tokoh Maza Dewa Rimba dalam lakon Memburu
Permata Biru dan Wid NS melahirkan Aquanus dalam kisah Aquanus di
Planet Vibhy (Desember 1968). Meski berhasil melahirkan superhero baru, Hasmi dan Wid NS
sama-sama tidak puas dengan karya pesanan ini. Tahun berikutnya, mereka
berkreasi sendiri dengan menciptakan sosok superhero Gundala (judul awal Gundala Putera Petir) dan Godam (Memburu Dokter Setan).
Karakter
superhero yang juga populer di era
itu adalah Labah Labah Merah karya
Kus Bramiana dari Bandung. Labah Labah Merah berkarakter sama dengan Spiderman
. Canser juga
menggunakan karakter Spiderman. Ia menelurkan sosok Kawa Hijau. Masih sewarna dengan Spiderman, Joni
Andrean menggarap Labah Labah Maut alias Lamaut, sedangkan Umbara membuat Labah Labah Hitam.
Memasuki
era 70-an, karakter superhero makin semarak. Yang terbilang sukses – dengan
indikasi tampil dalam beberapa serial- antara lain Gina (karya Gerdi WK),
Untara (Banu Ambardi), Bantala (Nurmi), Rado (Ricky NS), Tira (Nono GM),
Nusantara (Mater). Selain itu, dalam periode
tahun 70-an itu, banyak pula komikus yang melahirkan superhero meski kurang populer. Misalnya saja superhero Dr
Oxo (karya Haer), Kapten Meteor (Gani), Mos (Ghany’s), Guntur (Iwan), Rodan
(Raf), Makumba (Sofyan), Greta (Lak), Sim (Tud GR), Pussy (Yudha), Phantom
(Badra), Kapten Indonesia (Armin Tanjung), Dr No (Teja Sangkala), Kapten Ranger
(Erics), Elang Biru (Ozoz), Vantana (Ping)
dan beberapa superhero
lainnya.
***
Seiring meredupnya
komik Indonesia, genre superhero tentu juga ikut redup. Tahun-tahun belakangan ini, para kreator muda mencoba
membangkitkan komik Indonesia dengan melahirkan karakter superhero baru.
Nama-nama yang yang menonjol antara lain
Motul yang di periode tahun 90-an melahirkan Kapten Bandung (Kasus
Tikus Tarka, Komplotan Abeng). Lalu, Doddy Wisnu Wardhana dkk menciptakan
manusia super Chakra (Kisah Para Awatar), Dan, nama yang kerap
diperbincangkan adalah Thoriq yang membuat kreasi sosok Caroq.
Selanjutnya, Januari
1998 dengan terbitnya majalah kompilasi komik Koin–yang sayang usianya tidak
panjang- lahir nama superhero baru Simbion karya Immy dan Admiranto.
Sejak tahun 2005, tim
Jagoan Comic Jakarta mencoba melahirkan hero-hero lokal dengan agak masif.
Komik-komik mereka dengan hero barunya,
sempat rutin terbit yang sayangnya, kembali lama dalam kekosongan. Jagoan Comic membuat kreasi sosok-sosok Gunturgen,
Blacan, Arya Geni, Zantoro, Winda Gang, dan Bujang Anom. Dari Surabaya, muncul
kreator kreatif dalam tim Neo Paradim yang punya semangat sama dengan Jagoan
Comic. Dari tangan mereka lahir nama-nama jagoan baru: Lessus, Mossa, Lelawa,
Shakuntala, Raga Langit., Kanser si superhero cilik. Khusus untuk
Kanser, superhero ini sudah hadir secara bersambung di majalah anak-anak Putera
Kita, Yogyakarta tahun 80-an.
Tak ketinggalan dari Yogyakarta, penerbit Metha Studio menggarap Godam Reborn yang awalnya digambar oleh Sungging, putra Wid NS. Superhero mutakhir yang muncul sejak beberapa tahun lalu dan pantas mendapat catatan adalah Volt, karakter ciptaan Marcelino Lefrand. Ia pantas mendapat catatan karena dibandingkan yang lain, Volt paling rutin terbit.
Buku Profil Karakter Superhero Komik Indonesia |
Kembang Larangan, September 2015
Henry Ismono adalah pemerhati dan kolektor komik Indonesia. Koleksi komiknya telah mencapai ribuan, terutama komik Indonesia masa lalu. |
(c)ZoidFilmKomik
1 comments :
Tulisan yang sangat bagus untuk menuntun pecinta/mania komik jadoel. Mantap !